Bank Indonesia( BI) sudah menahan suku bunga sepanjang kurang lebih 4 bulan berturut- turut. Semenjak tengah april sampai dini Agustus ini BI Rate masih bertahan di tingkat 6, 25%.
Gubernur Bank Indonesia( BI) Perry Warjiyo mengatakan alibi di balik keputusan menahan BI Rate walaupun inflasi Indonesia menampilkan tren penyusutan. Umumnya,
bila inflasi turun hingga BI umumnya mengambil kebijakan moneter longgar.
Perry menarangkan walaupun inflasi Indonesia dikala ini terletak pada tingkat yang rendah, keputusan buat mempertahankan BI Rate pada tingkat 6, 25 persen semenjak April kemudian diambil dengan pertimbangan stabilitas ekonomi global.
” Buat BI rate mengapa kemarin sehabis April kami naikkan jadi 6, 25%, dalam 2 bulan kemarin kami tahan. Sebab mestinya BI rate itu telah turun,” kata Perry dalam konferensi pers, Komite Stabilitas Sistem Keuangan( KSSK), Jakarta, Jumat( 2/ 8/ 2024).
” Mestinya. Sebab BI rate itu merupakan didetetapkan gimana proyeksi inflasi ke depan. Serta inflasi tahun ini itu rendah,” sambung ia.
Bagi Perry, salah satu tantangan utama merupakan peningkatan selalu dalam pesan utang luar negara, spesialnya US Treasury Note yang membagikan tingkatan imbal hasil lebih besar dibanding dengan pesan berharga negeri( SBN) Indonesia.
Perihal ini mewajibkan BI buat mempertahankan suku bunga SRBI pada tingkatan yang lebih besar selaku langkah buat menghindari arus keluar modal serta melindungi nilai ubah senantiasa normal.
Perry pula meningkatkan walaupun suku bunga SRBI dikala ini lebih besar dari suku bunga SBN,
keputusan ini diambil buat menjauhi tekanan pada nilai ubah serta menghindari kemampuan capital outflow yang dapat mengusik stabilitas ekonomi dalam negeri.
” Sehingga mengapa suku bunga SRBI- nya tadi lebih besar dari SBN. Sebab memanglah US Treasury Note 2 tahun lebih besar dari yang bond.
Serta pula buat menjauhi tadi tekanan nilai ubah sehingga kami menjual lebih banyak SRBI serta suku bunga SRBI- nya lebih besar,” papar ia.
Baginya, langkah ini diambil buat membenarkan kalau perekonomian Indonesia senantiasa terlindungi dari fluktuasi global yang bisa mempengaruhi pasar keuangan.
Rapat Dewan Gubernur( RDG) Bank Indonesia pada 16- 17 Juli 2024 memutuskan buat mempertahankan BI- Rate sebesar 6, 25%,
suku bunga Deposit Facility sebesar 5, 50%, serta suku bunga Lending Facility sebesar 7, 00%.
Keputusan ini tidak berubah- ubah dengan kebijakan moneter yang pro- stability selaku langkah pre- emptive serta forward looking
buat membenarkan senantiasa terkendalinya inflasi dalam sasaran 2, 5±1% pada 2024 serta 2025.
Fokus kebijakan moneter dalam jangka pendek ditunjukan buat menguatkan daya guna stabilisasi nilai ubah Rupiah serta menarik aliran masuk modal asing.
Sedangkan itu, kebijakan makroprudensial serta sistem pembayaran senantiasa pro- growth buat menunjang perkembangan ekonomi yang berkepanjangan.
Kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh buat mendesak kredit/ pembiayaan perbankan kepada dunia usaha serta rumah tangga.
Kebijakan sistem pembayaran ditunjukan buat menguatkan keandalan infrastruktur serta struktur industri sistem pembayaran, dan memperluas akseptasi digitalisasi sistem pembayaran.